Sumber foto: vidio.com
Secara sederhana bahasa ibu bisa diartikan sebagai bahasa yang pertama kali dipelajari oleh seseorang sebelum belajar bahasa asing. Bahasa ibu adalah bahasa pertama yang digunakan oleh seseorang sejak lahir.
Sensus yang dilakukan oleh BPS (Badan Pusat Statistik) pada tahun 2010 โ 2017 mencatat bahwa Indonesia memiliki 1.211 bahasa daerah, 300 kelompok etnis, dan 1.340 suku bangsa. Selain itu, menurut penelitian yang dilakukan oleh Badan Bahasa pada tahun 2015 ditemukan bahwa Indonesia memiliki 659 bahasa daerah dan 1.318 dialektikal dan subdialektikal.
Pada tahun 2017, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menyebutkan bahwa sebanyak 55 buku cerita berbahasa ibu sudah digunakan sebagai bahan ajar untuk PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Buku-buku tersebut ditulis ke dalam Bahasa Aceh, Sunda, Batak Karo, Melayu, Palembang, Banjar, Dayak, Sanggau, Minahasa, Manado, Bugis dan Ambon.
Menurut Ibu Minda Tahapary, Kordinator Tim Pendidikan Multibahasa dan Keaksaraan di Yayasan Sulinama menjelaskan bahwa bahasa ibu merupakan bahasa yang paling dimengerti oleh anak-anak. Lebih lanjut beliau juga menjelaskan perbedaan antara bahasa ibu dengan bahasa daerah. Bahasa ibu bisa jadi merupakan bahasa daerah sesorang, tapi bahasa daerah belum tentu menjadi bahasa ibu seseorang. Bahasa ibu juga merupakan hasil kesepakatan dari orang-orang yang menggunakannya.
Yayasan Sulinama sudah bergerak selama beberapa tahun belakangan ini dalam pendokumentasian bahasa ibu di beberapa daerah terpencil di Indonesia, seperti di Sumba Barat Daya dan di Pegunungan Lanny Jaya, Papua. Salah satu temuan menarik dari lapangan adalah bahwa banyak suku di Indonesia yang memiliki sistem huruf yang berbeda dengan yang sudah biasa digunakan di dalam Bahasa Indonesia. Seperti di suku Kodi, Sumba Barat Daya, mereka hanya memiliki 25 abjad saja.
Lalu, apa kaitan penggunaan bahasa ibu dalam membantu anak lancar membaca?
Salah satu alasan utama penggunaan bahasa ibu bisa membantu anak menyerap lebih cepat pelajaran yang diterima adalah karena bahasa tersebut sudah mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Memaksa anak yang sudah terbiasa menggunakan bahasa ibu atau daerah mereka untuk menggunakan Bahasa Indonesia sebagai pengantar pembelajaran merupakan langkah yang tidak cocok dengan kebutuhan mereka. Oleh karena itu, tidak jarang kita menemukan anak-anak yang tumbuh dengan bahasa daerah justru kesulitan untuk belajar membaca, meskipun sudah berada di kelas yang lebih tinggi.
Selain menjadi pengantar percakapan dalam kehidupan sehari-hari, bahasa ibu merupakan penanda identitas asal-usul seseorang. Bahasa ibu juga menjadi landasan dasar cara berpikir seseorang dan salah satu upaya untuk melestarikan budaya bangsa.
Penggunaan bahasa daerah dan bahasa ibu juga telah diatur di dalam UUD 1945, UU No.21/2001 tentang otonomi khusus bagi propinsi Papua, dan UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan nasional.
Dalam UU Sisdiknas tahun 2003 disebutkan bahwa guru tidak perlu sibuk mengoreksi diksi anak yang menggunakan konteks Bahasa daerah. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Global Education Monitoring disebutkan bahwa 40% populasi dunia mengakses pendidikan dengan bahasa yang tidak dipahami.
Pada Bab VII pasal 33 juga disebutkan bahwa Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bahasa daerah sebagai bahasa pengantar untuk pendidikan awal, dan Bahasa asing sebagai pengantar pada satuan pendidikan tertentu.
Oleh karena itu, sebaiknya satuan pendidikan bisa mengakomodasi kebutuhan anak akan penggunaan bahasa ibu atau bahasa daerah mereka dalam mengikuti pembelajaran di sekolah, khususnya untuk tahap awal.
Memperhatikan kebutuhan anak akan penggunaan bahasa ibu dan bahasa daerah ini juga sejalan dengan poin dalam Trigatra Bangun Bahasa yaitu, mengutamakan Bahasa Indonesia, melestarikan bahasa daerah, dan menguasai bahasa asing.