Penelitian yang dilakukan organisasi pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan PBB (UNESCO) pada 2016 terhadap 61 negara di dunia menunjukkan kebiasaan membaca di Indonesia tergolong sangat rendah. Hasil studi yang dipublikasikan dengan nama “The World’s Most Literate Nations”, menunjukan Indonesia berada di peringkat ke-60, hanya satu tingkat di atas Botswana. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Program for International Student Assessment (PISA) rilisan Organisation for Economic Co-Operation and Develompent (OECD) tahun 2015 menunjukkan rendahnya tingkat literasi menunjukkan Indonesia menempati peringkat 62 dari 70 Negara. Kemudian Central Connecticut State University (CCSU) merilis peringkat literasi negara-negara dunia pada Maret 2016. Pemeringkatan perilaku literasi ini dibuat berdasar lima indikator kesehatan literasi negara, yakni perpustakaan, surat kabar, pendidikan, dan ketersediaan komputer. Indonesia berada di urutan 60 dari 61 negara yang disurvei.
Dari ketiga survey yang dilakukan, kita bisa melihat bahwa peringkat Indonesia terkait literasi masih sangat rendah. Perjalanan memang masih cukup panjang. Rendahnya angka literasi ini, terutama pada anak disebabkan berbagai factor. Pertama, akses ke sumber bacaan yang sulit. Ini terlihat dari hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2019 menunujukkan sebanyak 3 provinsi masuk kategori sedang, 16 provinsi termasuk kategori rendah, dan 15 provinsi lainnya sangat rendah untuk Dimensi Akses. Dimensi ini tersusun dari indikator akses di sekolah, seperti persentase perpustakaan sekolah dalam kondisi baik dan petugas pengelola perpustakaan sekolah, serta indikator akses di masyarakat seperti tergambar pada persentase perpustakaan umum, perpustakaan komunitas, rumah tangga yang membeli surat kabar/ koran, dan rumah tangga yang membeli majalah/tabloid.
Faktor kedua yang menyebabkan minat baca Anak Indonesia rendah, yakni buku yang tersedia tidak sesuai dengan tingkat kemampuan baca anak. Seperti temuan kami di beberapa Sekolah Dasar, buku- buku yang ada di Perpustakaan Sekolah adalah buku- buku yang seharusnya untuk orang dewasa. Dan ketika mereka menemukan buku yang memang cocok dengan usia anak, mereka akan sangat antusias untuk membaca buku tersebut. Jadi, bukan karena Anak yang malas, tetapi mereka memang belum menemukan buku yang cocok dengan mereka.
Berbicara tentang literasi di Indonesia, maka ini adalah jalan panjang dan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja. Perlu kolaborasi semua pihak untuk menguraikan satu demi satu benang kusut dari masalah literasi ini. Untuk pemerintah adalah, bagaimana mengeluarkan kebijakan yang mampu menumbuhkan kebiasaan membaca di sekolah ataupun di rumah. Untuk guru, bagaimana membuat anak- anak mencintai buku melalui pembelajaran-pembelajaran yang menarik yang bisa memotivasi siswa untuk mau membaca. Di rumah, andil orang tua sangat besar untuk membentuk karakter pembaca pada anak. Misalkan, dengan menemani anak membaca ataupun membacakan anak buku cerita sebelum tidur. Langkah kecil yang akan berdampak besar pada anak.
Yukk.. kita bergandengan tangan. Kita bekerja bersama meningkatkan angka literasi Indonesia, yang pada akhirnya akan berdampak pada kemajuan Indonesia. Salam Literasi!