Pada 4 Desember 2019 yang lalu saya melakukan support monitoring di salah satu perpustakan Taman Bacaan Pelangi, tepatnya di SDK Wolotolo. Seperti biasa, setiap kali datang ke sekolah ini saya selalu disambut dengan senyum ramah anak-anak dan guru-guru SDK Woloto. Senang sekali rasanya saya berada di lingkungan yang penuh dengan energi pisitif seperti di sekolah ini. Kali ini merupakan kegiatan support monitoring yang pertama bagi perpustakaan TBP di SDK Wolotolo setelah dibuka pada bulan Oktober yang lalu.
Satu bulan lebih telah berlalu, pada bulan Desember ini kami ingin mendengar cerita dari guru-guru dalam menjalankan perpustakaan ramah anak di sekolah mereka. Baik itu cerita baik maupun kendala yang mereka rasakan selama kurang lebih satu bulan belakangan ini, dengan harapan tim TBP bisa ikut membantu kendala yang mereka hadapi, serta kita juga akan senang tentunya mendengar cerita seru dari mereka.
Jam 10 pagi saya sudah berada di sekolah, namun kegiatan support monitoring baru berjalan pada jam 12, karena pak Ignas selaku kepala sekolah sedang menerima tamu dari kepala sekolah satu gugus untuk membicarakan persiapan ujian semester. Biasanya saya paling malas menunggu, namun untuk kali ini saya melewatinya dengan penuh semangat. Satu jam pertama, saya habiskan dengan memperhatikan anak-anak yang lagi asyik membaca bersama guru mereka, mengecek buku administrasi perpustakaan, buku peminjaman hingga kegiatan membaca. Kegiatan satu jam ini cukup membuat saya senyum senyum sendiri melihat antusias anak yang rajin meminjam buku di perpustakaan, serta semangat guru-guru SDK Wolotolo yang menjalankan kegiatan membaca di perpustakaan sesuai dengan jadwal yang telah mereka sepakati. Saya menjadi tak sabar untuk mendengar cerita baik ini langsung dari mulut mereka. Oh ya, ngomong-ngomong satu jam lagi saya habiskan dengan ngobrol bersama pak Yulius dimulai dari cerita inspirasi perjalan beliau untuk menjadi seorang guru, sampai cerita pengalaman saya mengajar di pedalaman Kalimantan yang super kocak. Sehingga saya dan pak Yulius tertawa terbahak-bahak. Momen ini semakin asyik karena di dukung oleh secangkir teh manis hangat dan sepiring pisang goreng dari ibu – ibu guru SDK Wolotolo yang super pengertian.
Oke mari kita beranjak kepada proses kegiatan support monitoring berjalan dengan lancar, penuh semangat dan yang paling penting santai sekali, seakan-akan saya lagi ngobrol sama teman sendiri. Meskipun begitu semua kegiatan dijalankan sesuai prosedur. Meski suasa nya begitu santai tapi saya ada praktik baik yang saya dapatkan dari pernyataan bapak dan ibu guru, sehingga hal tersebut menyemangati saya untuk membagikan nya melalui tulisan ini.
Ada dua hal yang paling membekas dari hari itu, akan ku mulai yang pertama dengan sebuah pertanyaan yang sedari 2 jam yang lalu sudah ingin ku tanyakan, yaitu terkait praktik yang sudah berjalan baik di perpustakaan diantaranya kegiatan membaca dan peminjaman buku. Sambil di iringi senyum ibu Yanti menjawab pertanyaan itu, bahwa kegiatan membaca berjalan sesuai jadwal itu berkat Ibu Tina (Pustakawati) yang selalu berpatroli seperti polisi mengingatkan para bapak dan ibu guru ke kelas-kelas untuk mengajak siswa ke perpustakaan melakukan kegiatan membaca pak. Mendengar pernyataan dari bu Yanti, sontak saya dan guru-guru lainnya termasuk bu Tina tertawa terbahak-bahak yang membuat suasana perpustakaan yang tadinya cukup dingin karena rintik gerimis diluar menjadi hangat seketika. Selain itu peminjaman berjalan dengan baik berkait kerjasama guru dan pustakawati yang selalu mendorong anak-anak untuk membaca dan meminjam buku di perpustakan. What a great collaboration from SDK Wolotolo !!
Di pernyataan kedua, merupakan kata-kata yang keluar dari pak Ignatius, Kepala SDK Wolotolo. Beliau bercerita bahwa meskipun perpustakaan TBP baru berjalan 1,5 bulan di sekolah mereka, namun beliau sudah dapat melihat hal yang cukup baik tumbuh pada diri siswa didik nya. “ Dulu, anak-anak paling susah sekali diajak ngobrol, mereka juga masih malu-malu untuk bercerita dengan guru, sehingga terkesan ada tembok yang membatasi antara guru dan anak-anak di sekolah”. Tapi beberapa waktu ini,tembok itu seakan mulai runtuh secara perlahan dimana saya sebagai kepala sekolah bisa mendengarkan anak-anak bercerita tentang buku cerita yang mereka secara santai kepada saya. Secara tidak langsung anak-anak semakin percaya diri dan suka bercerita tentang apa yang mereka baca dari buku yang tersedia di perpustakaan kami saat ini.
Pernyataan pak Ignas, seakan membawaku kembali pada masa dimana aku menjadi guru relawan selama satu tahun di Kalimantan pada tahun 2017 yang lalu. Setahun disana salah satu yang ku perhatikan yaitu kurang nya interaksi antara siswa dan guru, bahkan anak-anak tidak tahu nama guru yang telah mengajar disana bertahun-tahun, yang mereka tahu hanyalah bahwa bapak A guru Penjas, bapak B guru Agama, dan lain sebagai nya. Salah satu faktor mereka kurang berinteraksi ialah karena mereka bingung topik apa yang mau mereka utarakan kepada siswa, maupun sebaliknya. Yang pada akhirnya dinding pembatas anatara siswa dan guru semakin berdiri kokoh. Namun hari ini senang sekali rasanya melihat pak Ignas menemukan jalan yang baik untuk ia gunakan menjalin interaksi dengan anak-anak melalui buku cerita yang mereka baca. Harapannya cara berkomunikasi yang baik ini bisa tertular kepada bapak dan ibu guru lainnya.
Baiklah, ternyata aku terlalu semangat untuk menulis kali ini, sehingga tak terasa sudah hampir 1000 kata dalam tulisan ini. Teman-teman tidak perlu ikut menhitung jumlah kata dalam tulisan ini, dengan membaca sampai akhir disini tentu saja saya sangat mengapresiasinya. Terakhir saya hanya ingin menyampaikan, anak-anak didik kita adalah anak-anak yang hebat, mereka tak hanya perlu pengetahuan tetapi juga perlu perhatian dan motivasi.
Ditulis oleh : Widodo