Hari yang cerah. Matahari di Papua, ujung Timur Indonesia terasa lebih terik bagi saya, bila dibandingkan dengan daerah lainnya.
Hari Sabtu, 6 Mei 2017 adalah hari yang spesial untuk kami, karena kami akan meresmikan perpustakaan baru di SDI Harapan, Sentani, Papua bekerjasama dengan VISA. Horeeee!! Ini adalah perpustakaan TB Pelangi yang ke-57 di Indonesia Timur! 😉
Saya baru tahu bahwa setiap Sabtu, di sekolah ini tidak ada kegiatan belajar-mengajar, alias… Libur! Tapi, meski demikian, sekolah tetap melaksanakan acara peresmian di hari Sabtu dan dihadiri oleh beberapa perwakilan siswa dan orangtua murid beserta seluruh jajaran guru. Bahkan, para kepala sekolah dari SD lainnya pun ikut hadir, termasuk kepala district dan wakil dari Dinas Pendidikan serta Kapokres setempat. Wow!
Acara peresmian dihadiri oleh kepala sekolah, kepala UPTD, wakil dari Dinas Pendidikan setempat, Kapolres, para guru, orangtua murid, serta beberapa kepala sekolah SD dan SMP tetangga! Rangkaian acara peresmian  diwarnai oleh tari-tarian tradisional Papua oleh para siswa-siswi SDI Harapan. Mereka tampak sangat menawan dengan hiasan kepala bulu seperti layaknya para kepala suku Indian! Wajah mereka pun dihiasi oleh warna-warni yang tampak sangat kontras dengan kulit mereka yang berwarna gelap. Cantik-cantik dan ganteng-ganteng sekali! Saya tidak bisa melepaskan pandangan saya dari mereka. Mereka tampak begitu gembira pagi ini.
Di sekolah ini, saya merasakan rasa cinta yang sangat besar dari para guru kepada siswa-siswinya. Bahkan, Ibu Tini, Kepala Sekolah, saat memberikan kata sambutannya pun matanya berkaca-kaca dan dengan suara bergetar, beliau berkata, “Kalau bukan karena rasa cinta pada anak-anak, rasanya kami tidak akan memilih pekerjaan ini”.
Dari suaranya terdengar ketulusan. Ketulusan akan pengorbanan dan pengabdian seorang pendidik yang bekerja di ujung Timur Indonesia demi memajukan anak-anak bangsa.
Yang menarik dari sekolah ini di mata saya adalah kedekatan guru dengan para siswanya. Siswa tampak tidak sungkan untuk bersenda-gurau dengan para guru, demikian pula sebaliknya. Ketika seorang guru meminta anak untuk mengabadikan fotonya bersama saya, anak itu bahkan mengarahkan gaya sang ibu guru, “Ibu, lebih bagus kalau gayanya seperti ini”, katanya sambil memberi contoh gaya yang asyik untuk ibu guru.
Siswi lain ikut berkomentar, “Tunggu.. Tunggu.. Ibu, rambutnya lebih bagus ke depan”. Ibu guru pun menuruti saran siswi-siswinya sambil tertawa. Sesi foto pun menjadi momen yang menyenangkan, karena terjadi interaksi yang hangat diantara guru dan siswa-siswinya. Sungguh luar biasa!
Di sekolah ini, saya juga merasakan semangat anak-anak yang sangat besar. Aura dan energi positif terpancar dari setiap siswa. Mata mereka yang bersinar dan senyum mereka yang sangat lepas, membuat saya betah berlama-lama bersama mereka.
Anak-anak ini tidak sabar untuk masuk ke perpustakaan. Beberapa dari mereka protes ke Pak Herman, guru olahraga dan seni, “Bapak, kenapa kami tidak boleh masuk sementara itu mereka boleh?”
Saat itu, perpustakaan sedang dipergunakan untuk lokasi wawancara beberapa anak untuk keperluan dokumentasi organisasi kami. “Kami mau masuk juga, Pak! Kenapa kami tidak boleh?”
Mereka terus menerus bertanya hingga Pak Herman kewalahan. Saya yang berdiri tidak jauh dari mereka tersenyum melihat momen ini. Akhirnya saya berdiri dan berkata, “Mau ke perpustakaan? Yuk masuk yuk!”
Serempak mereka bersorak, “Horeeeee!!!”
Pak Herman pun tertawa menunjukkan deretan giginya yang putih.
Celotehan-celotehan seperti ini tidak mungkin terjadi jika siswa-siswi tidak merasa dekat dengan guru mereka. Di banyak sekolah di Indonesia Timur, saya melihat justru yang sebaliknya. Guru ditakuti oleh siswa-siswinya. Menurut saya, sekarang ini bukan jamannya lagi bahwa guru harus ditakuti oleh siswa-siswi. Dihormati boleh, namun bukan ditakuti.
Acara peresmian berlangsung sederhana, namun hangat. Saya benar-benar kagum pada sekolah ini. Kepemimpinan ibu kepala sekolah juga patut diacungi jempol. Beliau berani menerapkan kebijakan “potong gaji” pada absensi guru. Alhasil, cara ini terbukti cukup ampuh membuat para guru rajin masuk dan mengajar di sekolah. Tidak semua kepala sekolah berani menerapkan kebijakan tegas seperti ini.
Berbicara mengenai perpustakaan, lokasi perpustakaan Taman Bacaan Pelangi di SDI Harapan berada di sebuah gedung yang istimewa. Gedung ini sebenarnya dibangun oleh pihak desa untuk keperluan acara-acara desa. Namun, sudah beberapa tahun tidak berfungsi. Akhirnya, pihak sekolah atas seijin pihak desa, memanfaatkan gedung ini untuk dijadikan gedung perpustakaan Taman Bacaan Pelangi di sekolah mereka. Waaah.. senangnya! Ruangan perpustakaannya lebih luas daripada ruang perpustakaan yang standar. Meski demikian, renovasi pun tetap diperlukan dan dilakukan.
Meski acara peresmian telah usai, anak-anak masih betah membaca di perpustakaan dan ngobrol-ngobrol dengan kami. Bahkan ketika kami ingin pulang pun, mereka tidak memperbolehkan kami pulang! Aaaah… lucunya anak-anak ini!! Ada yang bilang, “Kakak… jangan pulang. Kami masak papeda dulu, kita makan sama-sama!”. Isn’t it sweet? 🙂
Ada juga yang berceloteh, “Kakak… kami ikut ke Jakarta!”
Saya menjawab, “Kalian sekolah dulu yang pintar. Nanti kerja dapat kerjaan yang bagus. Dari uang gaji, bisa beli tiket ke Jakarta untuk ketemu kakak”.
Lalu temannya menjawab, “Ah… kalo kami su besar, kakak su lupa sama kami! Kami ikut kakak sekarang saja!”
Waduh! Jawabannya polos sekali! Hahahaha… saya pun hanya bisa tertawa.
Mereka pun berbondong-bondong menggelayuti lengan kami, menahan kami supaya tidak pulang. Mereka juga ngotot mau ikut masuk ke dalam mobil. Seandainya saya bawa truk saat itu, pasti mereka semua sudah saya ajak! Hahaha.. sayangnya, mobil yang kami sewa hanya Avanza. Tidak cukup untuk membawa semua anak-anak yang manis ini.
Ketika Monik membuka pintu mobil, ia terkejut dan tertawa. Ada seorang anak perempuan, Imel, namanya, kelas 3 SD, sudah duduk manis di dalam mobil! Ternyata diam-diam ia menyusup ke dalam! Hahaha.. lihai sekali anak ini!!
Dengan berat hati, kami harus meninggalkan halaman sekolah dan berpisah dengan siswa-siswi di SDI Harapan. Mereka terus bertanya, “Kapan kakak datang lagi? Datang di bulan Juni ya, ada festival Danau Sentani!”
Aduhhhh.. betapa manisnya anak-anak ini. Semoga kakak bisa sering-sering datang mengunjungi kalian yaaa!
Buat saya, membuka perpustakaan Taman Bacaan Pelangi di SDI Harapan, Sentani, Papua ini  memberikan kesan tersendiri. Sekolah ini sungguh beruntung karena memiliki jajaran guru dan kepala sekolah yang bersemangat, bermotivasi tinggi, dan juga punya passion di bidang pendidikan. Seluruh guru maupun kepala sekolah di SD ini merupakan lulusan dari Universitas Pelita Harapan, Jakarta. Disinilah saya melihat, betapa pendidikan yang mumpuni akan mampu membekali guru saat mereka mengajar dan berinteraksi dengan anak-anak di sekolah. Guru yang berkualitas tentunya juga akan menghasilkan siswa-siswi yang berkualitas pula!
Terima kasih banyak kepada partner kami, VISA, untuk supportnya sehingga anak-anak manis ini kini memiliki perpustakaan yang indah di sekolah mereka, SDI Harapan, Sentani, Papua. Semoga perpustakaan Taman Bacaan Pelangi mampu memberi semangat kepada para guru dan kepala sekolah untuk terus mengembangkan kebiasaaan membaca anak-anak didik mereka di sekolah ini :).
Artikel ini ditulis di dalam pesawat saat terbang dari Sentani ke Jakarta :),
Nila Tanzil, 7 Mei 2017