Setelah kembali lagi ke Labuan Bajo, saya mendapati diri saya sudah tidak sama lagi. Tiba-tiba saya dirudung oleh banyak pertanyaan yang berasal dari diri dan pikiran saya sendiri. Tidak jarang saya menghabiskan malam-malam saya dengan berbicara dengan diri saya sendiri! Loh? ๐
Dalam relasi maupun pekerjaan memang penting untuk mengambil jarak sesekali. Jarak ini bisa membantu kita untuk berpikir lebih jernih dan objektif. Jarak juga bisa membuat kita bisa melihat hal-hal kasatmata yang tidak kita sadari saat kita dekat. Penting itu.
Begitu juga yang sedang saya rasakan dan alami dengan perpustakaan binaan Taman Bacaan Pelangi (TBP) yang telah tersebar banyak di kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Sejak September 2016 saya mengambil jarak dengan mereka, juga tentu dengan adik-adik dan sahabat kecil saya. Oleh karena itu, Januari ini saya datang dengan cara pandang yang berbeda.
Salah satu pertanyaan yang muncul adalah โSampai kapan TBP akan mendampingi sekolah dan anak-anak ini?โ Setelah membuka perpustakaan, TBP tidak serta-merta meninggalkan mereka. Hampir semua perpustakaan yang telah dibuka sejak 2009 lalu masih didampingi sampai saat ini. Beberapa perpustakaan kita tutup dan juga pindahkan ke sekolah dasar terdekat.
Dalam perjalanannya, TBP pun telah berkembang dan bertransformasi. Kalau organisasi ini bisa berkembang dan berubah, mengapa perpustakaan binaannya tidak bisa?
Beberapa kali bersama dengan Mbak Nila, kami berdiskusi mengenai saatnya melepas perpustakaan itu satu-persatu. Melepas secara perlahan-lahan. Artinya tidak semua perpustakaan yang ada sekarang akan didukung lagi secara intens. Perpustakaan-perpustakaan itu akan kita beri kesempatan untuk berkembang dan bertumbuh dengan caranya masing-masing.
Hal melepas ini juga ada kaitannya dengan kepercayaan. Apakah TBP sebagai organisasi yang selama ini telah membina bisa mempercayakan sepenuhnya kepada sekolah maupun pengelola untuk mengatur diri mereka sendiri? Pada akhirnya sih harus bisa. Kapan itu bisa dimulai? Ya sekarang! ๐
Iya, bisa dimulai secara perlahan-lahan.
Kenapa sih TBP harus melakukannya? Apa tidak sayang meninggalkan mereka sendirian?
Menurut pemikiran saya ini adalah salah satu konsekuensi kalau mau bertumbuh. Siap untuk berubah dan mengambil keputusan. TBP bukan tidak merasa berat untuk melepaskan.
Di beberapa kesempatan, Mbak Nila menceritakan kembali kenangan-kenangan dan keringat yang bercucuran saat memulai inisiatif ini. Akan tetapi, Mbak Nila dan TBP sebagai organisasi yang telah beliau rawat sejak 2009 lalu pun telah tiba masanya untuk berkembang dan bertumbuh dengan cara yang mungkin unik.
Akhirnya, saya mulai membahas tentang perubahan ini ke beberapa pengelola perpustakaan dan sekolah. Saya senang dengan reaksi mereka yang juga mengamini tentang perubahan yang menuju hal baik ini.
Sebagai guru mereka juga percaya bahwa anak-anak tidak selalu harus didampingi supaya bisa berkembang dan bertambah pintar. Ada masanya anak-anak itu harus dilepas dan menemukan yang ia cari sendiri.
Mudah-mudahan mereka yang sedang mencari bisa mendapatkan. Apapun itu.
Begitu juga dengan perpustakaan yang kelak akan dilepas, semoga bisa bertumbuh. Kalaupun nanti layu, mudah-mudahan tidak menyerah. Jangan lelah!
Selamat Bertumbuh!
Labuan Bajo, 30.1.2017
Monik