Setelah membuka empat taman baca di kampung yang berbeda (Roe, Melo, Nampar Macing dan Komodo) di Manggarai Barat, Flores Barat, kami memutuskan untuk membuka taman bacaan lain di daerah terpencil di Flores Barat, Indonesia.
Kali ini kami akan membuka taman baca di Kampung RInca, Pulau Rinca. Kedua lokasi ini berada di Taman Nasional Komodo.
Sekarang, anak-anak di sekitar Taman Nasional Komodo (Kampung Komodo, Rinca dan Papagarang) dapat menikmati buku cerita anak-anak di Taman Bacaan Pelangi. Yipppeeee!!!
Hari ini, saya dan teman saya Katherine Demopolous – teman saya yang bekerja sebagai jurnalis di Jakarta, Junaidi – teman baik saya di Flores, William, Wawan – seorang guru Bahasa Inggris yang menjadi relawan di daerah Flores, dan anggota grup (Hendry, Berto, Oday) berangkat dengan kapal kecil menuju Pulau Rinca dan Papagarang. Kami betujuan untuk membuka dua taman baca di pulau ini!
Kami membawa kotak besar berisi buku-buku untuk anak-anak di pulau ini. Kami sangat bersemangat!
Tujuan pertama kami adalah Kampung Rinca. Kalian tau kalau kalian bisa menemukan komodo dragons di Pulau Rinca? Ada sebuah lokasi khusus yang dinamai “Loh Buaya“, dimana para wisatawan bisa melakukan perjalanan untuk melihat komodo dragons, ditemani oleh pawang. Kampung Rinca yang berada tidak jauh dari lokasi itu juga kadang-kadang dilewati oleh Komodo.
Ketika kami tiba di kampung, kami disapa oleh anak-anak dan sudah ada sepuluh anak yang mengelilingi kami! Beberapa dari mereka mengatakan halo, ada juga yang mengatakan, “Halo turis!”, “Halo Miss!”, dsb. saya jawab, “Halooo juga… tapi saya bukan turis”
Kami berjalan menuju lokasi taman baca. Sekedar informasi, taman baca ini diletakkan di “rumah panggung” tepatnya di “bale-bale” yang biasa digunakan untuk bersantai selagi masih panas. Taman Bacaan Pelangi menggunakan tempat ini untuk menaruh rak buku dan buku di dalamnya, dan juga tempat untuk anak-anak membaca. Kami meminta sebuah kelompok bernama “Kelompok Pencinta Lingkungan Hidup” (KPLH) untuk mengelola taman bacaan ini, karena untuk keberlanjutannya, komunitas lokal sangat diperlukan untuk terlibat.
The Taman Bacaan Pelangi di Kampung Rinca berada di rumah Bapak Mohamad. Beliau tinggal di lokasi yang sangat strategis, tepat berada di tengah kampung dan jauh dari lokasi yang sering dilewati oleh komodo dragon. Jadi, anak-anak terselamatkan dari risiko dikunjungi oleh kadal raksasa selagi mereka membaca buku!
Pak Baco, ketua KPLH, telah menyiapkan rak buku yang bagus berwarna biru. Kelihatan sangat lucu dan rapi! Segera setelah kami tiba di lokasi, kami membuka kotak dan meletakkan buku-buku itu di rak yang sudah disediakan. Selesai!
Anak-anak yang sudah tidak sabar lagi bertambah semangat ketika buku-buku diletakkan di dalam rak. Mereka mencoba untuk mengambil buku, tapi sudah diingatkan sebelumnya untuk sabar dan mendengar penjelasan dulu. Saya tersenyum melihat semangat mereka.
Kami mengundang kepala sekolah untuk pembukaan. Kami menjelaskan tujuan kami membuka taman baca di luar sekolah, mencoba menjelaskan bahwa anak-anak dapat belajar di luar sekolah. Dan keberadaan perpustakaan kecil di luar sekolah dapat memberikan lokasi alternatif bagi anak-anak untuk membaca dengan nyaman. Harapannya, melalui penyediaan lokasi yang nyaman dan buku-buku, minat baca anak boleh semakin berkembang. Kepala sekolah mengangguk. Harapan saya semoga beliau mengerti tujuan saya, karena saya menemukan kesulitan untuk menjelaskan konsep baru mengenai pendidikan di antara orang-orang yang masih konservatif.
Tapi, saya sangat senang menjelaskan tentang kabar baik ini kepada anak-anak. Mereka melihat rak buku dengan mata yang bersinar. Saya sangat terharu.
Setelah menjelaskan mengenai “Taman Bacaan Pelangi”, kami berfoto bersama. Kemudian, di tengah keramaian itu teman saya berbisik, “Nila… ada seseorang yang ingin berbicara denganmu, tapi dia malu“.
Ternyata, dia adalah kepala sekolah di Kampung Kerora, dekat dengan Kampung Rinca.
Dengan masih malu, beliau berkata, “Ibu Nila… saya berpikir, apakah Ibu mau membuka taman baca di kampung saya?”
Aawwww… menyenangkan sekali!
Saya jawab, “Pasti, kami juga senang. Kalau mungkin, berapa murid yang ada di sekolah Bapak?”
Dia jawab, “Hanya 45 anak. Kami hanya punya kelas I – III, dan kemudian kelas VI”.
Wow! Kok bisa? Dimana anak-anak kelas IV dan V? Generasi yang terputus atau bagaimana? Hanya Tuhan yang tahu.
Saya jelaskan kepadanya kalau saya akan menyusun sesuatu untuk kampungnya. Tipe buku-buku berbeda, mengingat anak-anak yang kebanyakan masih kelas I dan III. Di waktu yang bersamaan saya kagum karena sudah ada orang yang mulai berpikir pentingnya memiliki perpustakaan dan menyediakan buku-buku di kampung mereka. Bagus!
Matahari sudah semakin tinggi dan saatnya untuk pergi. Kami mengucapkan selamat tinggal dan menyalami orang satu demi satu. Lucu sekali! Kami berjalan menuju dermaga untuk melanjutkan perjalanan ke pulau berikutnya. Di tengah perjalanan, kami baru sadar dengan suasana yang hening. Dimana anak anak? Kemudian kami sadar kalau mereka sedang asyik membolak-balik buku bacaan mereka. Kami tidak bisa mengganggu mereka!
Kapal kami meninggalkan Pulau Rinca saat matahari tepat berada di atas kepala kami. Tengah hari yang sangat panas. Ingin rasanya segera melompat ke dalam air, tapi kami masih punya satu rencana lagi: menuju Pulau Papagarang untuk membuka Taman Bacaan Pelangi untuk anak-anak di sana!
Silakan lihat cerita kami di Kampung Papagarang Village di tulisan berikutnya