Akhir pekan lalu, saya memutuskan untuk mengunjungi Kampung Nampar Mancing (Pusut), Roe dan Melo Flores Barat, Indonesia, untuk mencari lokasi bagi Taman Bacaan Pelangi.
Kami membutuhkan waktu sebanyak dua jam dari Labuan Bajo menuju Kampung Nampar Mancing dengan motorbike. Perjalanan sangat lancar dan udara begitu segar, khas pegunungan. Ketika saya dan Andy mencapai kampung, jalannya bertambah buruk. Terdapat banyak lubang di aspal. Bukan perjalanan yang menyenangkan memang, tapi saya sudah pernah menjalani yang lebih buruk. Jadi, tidak apa-apa. Secara mengejutkan, murid-murid dari SDK Pusut sudah menunggu kami! Kami disambut oleh para guru, dan kemudian anak-anak berdiri membentuk barisan membentuk jalan untuk saya dan Andy. Wow! Saya merasa spesial! Bahkan lebih menyenangkan dibandingkan karpet merah Oscar
Kami menonton anak-anak bermain sepak bola dan bola voli. Mereka bagus. Saya kagum melihat mereka berlari berkejaran merebut bola tanpa alas kaki di hari yang panas! Saya tidak dapat membayangkan kalau harus berlari tanpa alas kaki di lapangan sekolah. Coba bayangkan, lapangannya jauh dari kondisi lapangan sesungguhnya. Hanya lapangan sederhana yang terdiri dari batu-batu kecil dan rumput di beberapa titik. Aduh. Pasti menyakitkan untuk mereka. Atau mereka memang sudah terbiasa dengan itu.
Saya menceritakan ide membangun sebuah taman baca di kampung ini. Kepala sekolah dan para guru senang dengan ide itu. Mereka akan mendukung. Saya meminta ijin mereka untuk menggunakan lapangan sekolah. Mereka menyanggupi. Terdapat banyak pepohonan di lapangan sekolah, cocok dengan konsep taman baca. Saya meninggalkan sekolah dengan senyuman. Daftar pertama, cek.
Kemudian, kami berangkat menuju desa kedua: Kampung Roe. Jika kalian membaca tulisan saya sebelumnya tentang rumah berwarna merah muda, kalian akan tahu yang saya bicarakan ini. Rumah merah muda memiliki lapangan, yang akan sempurna menjadi taman baca! Dan tebak, pemilik rumah berwarna merah jambu itu senang dengan ide yang saya sampaikan dan berkata, “Tentu kalian bisa menggunakan lapangan ini untuk taman baca. Menjadi seorang guru, saya juga punya mimpi yang sama. Saya sudah berdiskusi dengan beberapa NGO di sini, tapi tidak ada satupun dari mereka yang punya ide. Jadi, saya senang mendengar rencananmu!” Betapa baiknya beliau. Istrinya juga seorang guru. Mereka berdua merupakan mantan kepala sekolah di SDK Roe.
Kami tidak lama di Kampung Roe. Kami harus menuju Kampung Melo. Ini adalah lokasi taman baca di Kampung Melo:
Pemiliknya adalah ketua komunitas seni di kampung ini. Saya menyukai keluarganya. Mereka memperlakukan saya seperti salah satu dari anggota keluarga mereka. Sangat menyenangkan.
Saya juga sudah bertemu kepala sekolah. Tadinya, beliau menginginkan taman baca berada di sekolah. Tapi, setelah dijelaskan bahwa kalu berada di luar sekolah akan memberikan suasana dan pengalaman yang berbeda kepada anak-anak. Beliau setuju. Ditambah lagi, “Panorama“, begitu tempat itu dipanggil, merupakan tempat yang sangat menarik, dua rumah kayu dengan jendela yang besar menghadap gunung dan laut dan padang rumput yang hijau ditambah lagi dengan tempat duduk di dekat pada rumput itu. Sangat sempurna untuk anak-anak saat membaca buku. Anak-anak juga boleh duduk di atas rumput dengan tikar, membaca dengan nyaman. Saya bahkan sudah bisa membayangkan dengan jelas.