“Apa yang akan menjadi warisan saya?”, Seseorang sering bertanya-tanya secara spontan saat merenungkan kehidupan. Biasanya dipicu oleh kehilangan orang yang dikenal secara tiba-tiba. Baru-baru ini saya menemukan diri saya, sekali lagi, menanyakan pertanyaan eksitensialisme  ini saat berkabung pada suatu hari Jumat di bulan Agustus. Cara yang aneh untuk memulai artikel pembukaan perpustakaan, dengan mempertanyakan eksistensi diri seperti itu. Namun pemikiran seperti itu memungkinkan saya untuk fokus pada semua hal yang saya sukai, pelajari, dan kagumi dari orang yang tidak lagi hadir. Itu pula yang saya pikrirkan  pada pemakaman akhir kepala SDI Ndetundora 2. Pemakaman Ibu Caecilia Lin. Keluarga, teman-temannya, tim guru bersama dengan komunitas sekolah terguncang oleh kepergian mendadak beliau pada pertengahan Agustus 2018, hanya 2 minggu sebelum tanggal pembukaan perpustakaan yang dijadwalkan.

Saya ingat pertama kali saya mengunjungi SDI Ndetundora 2 untuk seleksi sekolah. Betapa antusiasnya anak-anak terhadap saya dan betapa rileks & mengayomi tim guru terhadap anak-anak. Mereka selalu hangat & ramah dari hari ke-1 terhadap saya dan program yang kami bawa. Meskipun hari itu saya tidak dapat bertemu Ibu Lin, saya ingat bertaruh bahwa kepala sekolah SDI Ndetudora 2 pasti orang yang memotivasi sampai sekolah ini memiliki energi positif  yang datang baik dari anak-anak maupun orang dewasa di dalamnya. Taruhan saya menangkan. Selama saya mengenalnya, Ibu Lin menunjukkan kesabaran, semangat, dan dedikasi terhadap perkembangan sekolah secara menyeluruh.

Ibu Caecilia Lin saat menjadi salah satu partisipan pelatihan jam kunjung perpustakaan yang merupakan rangkaian pembekalan sumber daya guru sekolah mitra perpustakaan, sedang mempraktekkan kegiatan membaca bersama dengan ekspresi & interaksi.

Kembali ke masa kini paska pemakaman Ibu Lin, SDI Ndetundora 2 bertekad untuk menyalurkan rasa berduka mereka ke dalam pembukaan perpustakaan yang matang demi menghormati Ibu Lin. Undangan telah terkirim,. setiap kotak di formulir persiapan perpustakaan dicentang, A sampai Z sudah dipersiapkan masak-masak oleh tim guru, para siswa & orang tua. Semua orang datang bersama dan bekerja sebagai satu tim solid tanpa sedikit pun keluhan di wajah mereka. Seolah-olah mereka tidak kehilangan pemimpin mereka hanya beberapa minggu sebelumnya. Hal yang mengagumkan sekaligus mengharukan, bagaimana mereka menyatukan diri mereka.

8 September 2018, 8.30 pagi, saya tiba di sekolah disambut oleh anak-anak 100 meter dari gerbang sekolah. Dalaam pakaian Lawo Lambu dan sarung ikat Ende mereka berbaris dengan rapi membentuk pagar ayu dan bagus.. Semua orang lebih dari siap. Mereka bahkan menyempatkan diri untuk berlatih tarian sambutan dengan rebana dan gong yang dimainkan oleh orang tua siswa. Sekitar pukul 9 pagi, pendiri kami Nila Tanzil bersama dengan ibu dan putrinya, penasehat Eva Muchtar dan manajer proyek kami, Armand Wirjawan tiba. Bergabung dengan mereka adalah Bapak Hilarius Raja dan Ibu Siska Sare mewakili Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab.Ende. Mereka disambut oleh Mosalaki desa bersama dengan seluruh tim guru. Ibu Kris, pustakawan mengalungkan selendang ikat Ende di pundak  para tamu dan dimulailah tarian pengiring oleh siswa kelas 6. Setibanya di area peresmian acara dilanjutkan dengan lagu kebangsaan perpustakaan nasional dinyanyikan oleh paduan suara anak-anak, pidato sambutan, pidato peresmian dan kemudian pemotongan pita di depan perpustakaan. Ada yang menarik di antara pemotongan pita dan peninjauan perpustakaan. Pak Robert, guru kepercayaan Ibu Lin yang sekarang menjadi kepala sekolah pelaksana telah menyarankan untuk mengadakan ritual berkat di dalam perpustakaan sebelum kunjungan pertama perpustakaan. Dipimpin oleh pastor paroki Nuabosi, RD Emil Gale upacara berlangsung. Suasana khusyuk di sela-sela kemeriahan peresmian itu terasa hangat dan semua yang hadir ikut terbawa.

Tiba sudah waktunya bagi anak-anak untuk menikmati perpustakaan mereka yang telah diresmikan dan diberkati. Bersama dengan orang tua mereka, mereka masuk, mengambil buku mana saja yang mereka inginkan, dan segera hilang dalam keheningan yang hadir dari membaca. Di luar, pesta berlanjut dengan lagu dan tarian. Undangan & tuan rumah berbagi makanan & cerita. Saya rasa perlu untuk menyebutkan bahwa SDI Ndetundora 2 telah berhasil memberi Ibu Lin kehormatan yang pantas diterimanya dengan pembukaan perpustakaan yang semarak itu. Mereka mungkin tidak lagi bisa berjuang bersama Ibu Lin tetapi mereka terus melanjutkan perjuangan dengan kenangan & perbuatan baik yang telah beliau lakukan untuk berkembang. Begitulah semangat Ibu Lin terus hidup bersama SDI Ndetundora 2.

Pemotongan pita penanda resminya perpustakaan ramah anak ke-93 Taman Bacaan Pelangi di SDi Ndetundora 2, Kec Ende.
Pemberkatan perpustakaan SDI Ndetundora 2 oleh Romo RD Emil Gale bersama dengan segenap undangan dan orang tua murid.
Pose menikmati membaca oleh para siswa SDi Ndetundora 2. Membentuk hari dengan 2 tangan di atas kepala tapi dikarenakan sudah tidak sabar mau membaca buku, tangan yang satu lagi sambil memegang buku di dada. 🙂