Bertemu dengan orang-orang baru di tempat yang baru tidak selalu menghasilkan cerita menyenangkan. Ada juga pengalaman yang membuat kesal, marah, dan kadang-kadang berpikir β€œAda ya manusia seperti ini?!” πŸ˜€

Sebelum menentukan sekolah yang akan diajak kerja sama untuk mendirikan perpustakaan ramah anak, terlebih dahulu kami survei ke sekolah yang direkomendasikan. Melalui survei ini biasanya kami akan berdiskusi dengan kepala sekolah mengenai langkah-langkah yang akan ditempuh berikutnya kalau sekolah mereka terpilih untuk diajak kerja sama.

Anak-anak bekerja sama untuk membersihkan perpustakaan mereka! πŸ™‚
Anak-anak bekerja sama juga untuk menyusun buku ke dalam rak! πŸ™‚

Seiring berjalannya waktu, kami pun terbiasa untuk melihat dan merasakan kepala sekolah seperti apa yang cocok untuk diajak kerja sama. Akan tetapi yang namanya manusia, pasti akan selalu berubah dan tidak bisa ditebak, begitu pun yang terjadi di dalam diri kepala sekolah maupun guru-guru yang kami temui.

Seperti ketika saya berada di Lombok Utara, saya bertemu dengan kepala sekolah dan guru-guru yang membuat saya kesal, marah, dan tidak terima dengan cara mereka bekerja sama dengan kami. Kadang-kadang saya berpikir juga apa karena saya masih muda ya? Kesabaran saya sungguh diuji selama bekerja sama dengan mereka. Saya bahkan sempat berpikir apa saya tidak akan pernah lagi bertemu kepala sekolah dan guru-guru yang bisa membuat saya tertawa lepas?

Saya berubah menjadi pemurung. Saya juga sering sakit dan hampir kehabisan stok energi setiap kali pulang dari sekolah. Keberadaan adik-adik di sekolah yang membuat hidup saya seimbang kembali. Melalui cerita dan pertanyaan-pertanyaan mereka, saya bisa tertawa lepas.

Kalau secara gamblang bisa dikatakan sekolah yang terpilih bekerja sama dengan Taman Bacaan Pelangi itu termasuk beruntung. Sekolah mendapatkan tambahan koleksi buku cerita anak yang saya jamin tidak akan pernah mereka sediakan. Guru-guru juga mendapatkan pelatihan gratis yang saya yakin akan membuat anak-anak semakin jatuh cinta dengan buku. Bukankah beruntung mendapatkan pelatihan gratis?

Akan tetapi yang terjadi adalah tidak ada rasa beruntung itu. Rasa beruntung yang harusnya dapat dilihat dari kerja sama maupun keinginan untuk bekerja dalam membenahi perpustakaan agar segera bisa dinikmati oleh anak-anak.
Saya juga begitu terkuras secara energi dan semangat. Bekerja sama dengan orang yang tidak semangat itu sangat melelahkan. Apalagi kalau keberadaan Taman Bacaan Pelangi ini selalu dikaitkan dengan uang dan uang.

Ayolah, bukankah bertambahnya akses buku cerita berkualitas, pelatihan guru gartis, dan pembenahan gedung perpustakaan tidak cukup?

Pengalaman saya di Lombok kemarin membawa saya menuju titik terendah sepanjang perjalanan saya bertemu kepala sekolah, guru, dan anak-anak di Indonesia Timur. Mungkin saya yang kurang tahan banting? Kalau saya bisa memilih, saya sih tidak mau dengan sengaja membawa diri saya bertemu orang-orang yang bisanya menguras energi positif. Hehehe…

Akan tetapi, belakangan ini saya sadar juga bahwa pengalaman di Lombok kemarin membuat standar saya semakin tinggi. Maksudnya, tantangan-tantangan yang dihadapi selama ini jadinya terlihat kecil dan sederhana. Pasti masih ada solusinya. Kalau masalah yang dihadapi belum seperti yang di Lombok berarti itu masih bisa diselesaikan. Jangan menyerah dulu! 

Saya juga jadi lebih mengenal orang-orang seperti apa yang memang benar-benar mengabdi untuk anak-anak negeri dan pendidikan. Sekarang saya punya standar,yang mudah-mudahan bisa semakin mempertajam intuisi saya ketika berjumpa lagi dengan orang baru dan masalah-masalah baru.

Jalan untuk memberikan akses buku cerita dan perpustakaan ramah anak tidak selalu mudah. Selain medan yang ditempuh memang sulit, orang-orang yang ditemui pun tidak selalu menolong. Iya, jalan tak selalu mudah. Tapi, bukan berarti kita menyerah kan? πŸ™‚

 

Labuan Bajo, 21.12.2017
Monik