Salah satu hal yang berbeda ketika bekerja sama dalam program pengembangan perpustakaan bersama Taman Bacaan Pelangi adalah keterlibatan seluruh komunitas sekolah, baik dari kepala sekolah, para guru, komite sekolah dan murid-murid sekolah tersebut.

Dalam pengelolaan perpustakaan, pustawakan/pustakawati tentu akan kewalahan apabila bekerja sendiri, untuk itu dalam program pengembangan perpustakaan sekolah ini ada yang disebut “Siswa Relawan”. Tugasnya tentu saja untuk membantu pustakawan/pustakawati dalam menata perabot perpustakaan maupun dalam hal membantu para siswa lain untuk meminjam buku.

Siswa relawan sedang membantu menata buku di rak

Siswa relawan biasanya adalah murid yang duduk di tingkat kelas 4 dan/atau 5. Pemilihan siswa relawan di setiap sekolah berbeda-beda. Ada sekolah yang memberikan kesempatan secara terbuka kepada murid-muridnya untuk mendaftar sebagai siswa relawan secara sukarela, kemudian akan di seleksi oleh para guru. Namun, ada juga siswa relawan yang langsung ditunjuk oleh guru, berdasarkan pertimbangan keaktifan dan prestasi di kelas. Siswa relawan yang terpilih tentu saja adalah murid-murid yang dipercaya dan bertanggungjawab.

 

Di beberapa sekolah, saya mendapatkan banyak cerita menarik, lucu dan mengharukan tentang siswa relawan. Untuk kesempatan kali ini saya akan menceritakan siswa relawan dari SD Inpres Namo kecamatan lembor selatan, kabupaten manggarai barat.

Ibu Heldi, pustakawati SDI Namo bercerita mengenai pasukan ciliknya yang sangat membantu di perpustakaan. Suatu hari setelah penunjukkan beberapa nama murid sebagai siswa relawan, ada seorang murid yang juga ingin menjadi siswa relawan, namun namanya tidak terdaftar dan diumumkan sebagai siswa relawan, karena pada hari penunjukkan, murid tersebut sedang sakit dan tidak hadir di sekolah.

Siswa relawan sedang menulis di kertas peminjaman

Murid tersebut memohon kepada Ibu Heldi agar dirinya ikut ambil bagian menjadi siswa relawan. Ibu Heldi mengindahkan permintaan murid tersebut, walaupun namanya tetap tidak terdaftar dalam daftar nama siswa relawan yang sudah diumumkan dan ditempel di luar dinding perpustakaan. Murid tersebut tidak mempermasalahkan namanya tak terdaftar, yang terpenting adalah dia dapat selalu berada di perpustakaan dan membantu Ibu Heldi. Ugh.. So Sweet!! 🙂

Siswa relawan dan Ibu Meri di TBPelangi SDN Lancang, Manggarai Barat

Hal yang menarik dari siswa relawan di SDI Namo ini adalah mereka mempunyai tugas masing-masing. Ada yang bertugas membantu membersihkan perpustakaan, ada yang bertugas membantu menata buku di rak, ada yang bertugas membantu mencatatkan buku yang dipinjam murid yang belum tahu menulis, dan ada pula yang menjadi satpam! Hahaha.. ya betul. Ada yang bertugas menjadi satpam. Biasanya murid yang menjadi satpam adalah murid laki-laki. Tugasnya adalah memantau murid-murid lain yang keluar masuk perpustakaan dan memastikan bahwa kaki mereka bersih ketika memasuki perpustakaan, dan tidak membawa tas ke dalam perpustakaan. Hahaha.. terlihat lucu, tapi tugas ini sangat berfungsi dalam hal menjaga kebersihan perpustakaan.

Siswa relawan dan Ibu Iyut di SDI Munting Kajang, Manggarai Barat

Ketika siswa relawan yang awalnya kelas 5 telah naik kelas ke kelas 6 dan mendapatkan informasi bahwa kelas 6 tidak dapat lagi menjadi siswa relawan karena harus fokus belajar menghadapi Ujian Nasional (UN), banyak dari mereka yang sekarang duduk di kelas 6 memohon kepada Ibu Heldi, “bu… tolong jangan pecat saya ya, kalau bisa sampai saya lulus”. Hahahaa… pecat?? lucu sekali…. saya sendiri sampai terpingkal-pingkal mendengar kisah ini.

Pola asuh yang baik dan menyenangkan tentu akan memunculkan jiwa-jiwa yang bahagia, termasuk pada diri murid-murid SDI Namo ini. Terlihat betapa bahagianya mereka melayani sesama teman mereka di perpustakaan. Itu semua karena kecintaan mereka untuk lebih dekat dengan buku. Buku telah menjadi bagian penting bagi mereka, sekalipun di Flores sini masih belum ada toko buku yang menjual buku berkualitas ramah anak.

Ibu Heldi, Pustakawati dari SDI Namo yang menginspirasi

Selain hal lucu diatas, ada juga cerita yang membuat saya berkaca-kaca karena terharu. Ketika itu saya sedang duduk santai bersama beberapa siswa relawan. Kemudian saya menanyakan cita-cita mereka, ada yang ingin menjadi guru, menjadi dokter, dan ada yang dengan ceria menjawab, “Cita-cita saya ingin jadi pustakawati seperti Ibu Heldi”.

Saya pun kembali bertanya pada murid yang bercita-cita menjadi pustakawati tersebut, “Waaaaww.. kakak senang sekali dengarnya, boleh tau kah kenapa adik mau jadi Pustakawati?

Menurut saya, menjadi pustakawati itu menyenangkan. Saya bisa lama-lama di perpustakaan, jadi saya bisa baca semua buku”, jawabnya sambil tersenyum lebar.

Jujur saya terkejut sekaligus bangga dengan jawaban murid tersebut, karena itu berarti Ibu Heldi berhasil dalam menjalankan peran dan tugasnya sebagai Pustakawati sehingga memberikan harapan dan impian kepada murid-murid SDI Namo.

SDI Namo terletak diatas gunung, akses jalan rusak, jauh dari kota, jauh dari toko buku, tetapi semangat murid-murid SDI Namo yang membara itu tidak boleh luntur. Terima kasih banyak kepada Ibu Heldi atas dedikasi dan keramahannya dalam mengelola perpustakaan ramah anak di SDI Namo. Semoga manfaat adanya buku berkualitas ramah anak dari TBPelangi membuat murid-murid di SD lainnya juga mencintai buku.

Salam Semangat Literasi!

Ende, 7 Agustus 2017

Dewi Analis